Rabu, 19 September 2012

Pengertian Manajemen


I. PENGERTIAN MANAJEMEN

 Manajemen dapat diartikan sebagai:
 1. Proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan (James A.F. Stoner, 1996: 7)
 2. Seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain (T. Hani Handoko, 1990: 8)
 Manajemen dapat dikatakan sebagai ilmu, seni atau kiat, dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu, karena manajemen telah memenuhi persyaratan untuk disebut bidang ilmu pengetahuan, yakni telah dipelajari untuk waktu yang lama dan telah diorganisasi menjadi suaru rangkaian teori (Manajemen memiliki rumusan berbagai kaidah, prinsip dan konsep secara ilmiah sebagai dasar kegiatan dan praktik manajerial).
 Manajemen dapat dikatakan seni karena banyak pekerjaan manajerial memerlukan bakat dan kecakapan personal, wisdom, judgment, dan intuisi yang memerlukan pendekatan "artistik".
 Manajemen dapat dikatakan sebagai profesi, karena:
 a. Ada serangkaian prinsip umum sebagai dasar pengambilan keputusan.
 b. Status diperoleh melalui pencapaian kinerja standar, bukan karena favoritisme atau pertimbangan "politik" atau primordial lain.
 c. Perilaku didasarkan pada kode etik (T. Hani Handoko, 1990: 10-14)

 II. URGENSI MANAJEMEN

 Manajemen dibutuhkan dimana saja oleh orang-orang bekerja bersama (organisasi) untuk mencapai tujuan bersama (T. Hani Handoko, 1990: 3).
 Manajemen diperlukan untuk:
 a. mencapai tujuan.
 b. menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan.
 c. mencapai efisiensi dan efektivitas (T. Haiti Handoko, 1990: 6-7). Efisiensi adalah kemampuan melakukan sesuatu dengan tepat. Hal ini berkaitan dengan konsep "input-output". Manajer efisien adalah seorang yang mencapai output atau basil yang diukur dengan input (tenaga kerja, material, dan waktu) yang dipergunakan. Manajer yang bertindak secara efisien mampu meminimalkan hiaya sumber daya yang diperlukan. Efektifitas adalah kemampuan memilih sasaran yang tepat. Sebelum efisien manajer harus menemukan sasaran yang tepat (efektifitas) (James A.F. Stoner, 1996:9)
 Lebih luas lagi, mempelajari organisasi dan manajemen perlu, karena:
 a. Hidup di masa kini. Organisasi memberikan kontribusi pada standar kehidupan umat manusia masa kini di seluruh dunia.
 b. Membangun masa depan. Organisasi membangun masa depan yang lebih baik dan membantu individu unruk melakukan hal yang sama.
 c. Mengingat masa lalu. Organisasi membantu menghubungkan manusia dengan masa lalunya (James A.F. Stoner, 1996:7-8)

 III. PERKEMBANGAN TEORI MANAJEMEN

 Ilmu manajemen bukan merupakan fenomena ahistoris, tetapi ia lahir melalui proses sejarah. Manajemen ilmiah lahir diawali dengan terjadinya revolusi industri di Inggris pada abad 19. Revolusi itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan suatu pendekatan manajemen yang sistematik. Dari tahun ke tahun ilmu manajemen mengalami perkembangan pesat. Berbagai reori muncul secara dinamik. Tahun 1870 — 1930 muncul teori manajemen ilmiah dengan tokoh-tokoh antara lain Frederick W. Taylor, Frank, Lillian Gilbreth, Henry Gantt, dan Hatington Emerson. Tahun 1900 — 1940 lahir Teori Organisasi Klasik dengan tokoh-tokoh seperti Henri Fayol, Jame D. Mooney, Mary Parker Follett, Herbert Simon, dan Chester I. Banard. Tahun 1930 — 1940 muncul teori Hubungan Manusiawi dengan tokoh-tokoh antara lain Hawthorne Studies, Elton Mayo, Fritz Roethlisberger, dan Hugo Munsterberg. Tahun 1940 — sekarang, muncul teori-teori yang dikategorikan sebagai Manajemen Modern. Tokoh-tokoh manajemen modern antara lain Abraham Maslow, Chris Argyris, Douglas McGregor, Edgar Schien, David McCleland, Robert Blake & Jane Mouton, Ernest Dale, Peter Drucker, serta ahli-ahli operation research (management science). (Lihat Hani Handoko, 1990: 39 — 55).

Manajemen Berbasis Sekolah

                                             MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH:
                                   SOLUSI PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN
Peningkatan kualitas pendidikan adalah pilihan sekaligus orientasi pengembangan
peradaban bangsa sebagai investasi masa depan pembangunan bangsa berjangka panjang. Orientasi
ini mutlak dilakukan oleh karena pendidikan diyakini sebagai sarana utama pengembangan kualitas
sumber daya manusia.
Dalam konteks itulah revitalisasi kebijakan pendidikan terus menjadi perhatian pemerintah.
Salah satu bentuk revitalisasi itu ialah kebijakan pengelolaan sistem pendidikan dari kebijakan yang
semula sentralistik berubah menjadi desentralistik. Sebagai konsekuensi logis dari bentuk
desentralisasi pendidikan ialah munculnya kebijakan pengelolaan pendidikan berbasis sekolah
(school based management).
Dengan sistem pengelolaan pendidikan berbasis sekolah tersebut diasumsikan kualitas
pendidikan dapat ditingkatkan dan juga peran serta masyarakat dan prakarsa lembaga pendidikan di
tingkat mikro (sekolah) akan lebih meningkat.
Kata Kunci:
manajemen berbasis sekolah,
kualitas pedidikan
Pendahuluan
Dewasa ini banyak upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak.
Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam
pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa (Nation Character Building)
untuk kemajuan masyarakat dan bangsa. Harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh
kualitas pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, peningkatan mutu pendidikan merupakan
sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya
peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh.Seiring dengan era otonomi dengan asas desentralisasi, peningkatan kualitas pendidikan
menuntut partisipasi dan pemberdayaan seluruh komponen pendidikan dan penerapan konsep
pendidikan sebagai suatu sistem. Pendekatan peningkatan mutu pendidikan yang sesuai dengan
paradigma dan gagasan tersebut diatas adalah konsep School Based Management atau manajemen
berbasis sekolah.
Tulisan ini akan menguraikan tentang gagasan manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk
meningkatkan mutu pendidikan, model-model MBS, dan peran masing-masing pihak dalam MBS.
Manajemen Berbasis Sekolah untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan
1. Pengertian Kualitas Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu adalah berkaitan dengan baik buruk suatu
benda; kadar; atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya. Secara umum kualitas
atau mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat.Mutu pendidikan dapat dilihat dalam dua hal, yakni mengacu pada proses pendidikan dan
hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu apabila seluruh komponen pendidikan terlibat
dalam proses pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor dalam proses pendidikan adalah berbagai input,
seperti bahan ajar, metodologi, saran sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan
sumber daya lainnya serta penciptaan suasana kondusif. Sedangkan, mutu pendidikan dalam konteks
hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu.
Pengertian kualitas atau mutu dapat dilihat juga dari konsep secara absolut dan relatif
(Edward & Sallis, 1993). Dalam konsep absolut sesuatu (barang) disebut berkualitas bila memenuhi
standar tertinggi dan sempurna. Artinya, barang tersebut sudah tidak ada yang memebihi. Bila
diterapkan dalam dunia pendidikan konsep kualitas absolut ini bersifat elitis karena hanya sedikit
lembaga pendidikan yang akan mampu menawarkan kualitas tertinggi kepada peserta didik dan hanya
sedikit siswa yang akan mampu membayarnya. Sedangkan, dalam konsep relatif, kualitas berarti
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan (fit for their purpose). Edward &
Sallis (1993) dalam Nurkolis, mengemukakan kualitas dalam konsep relatif berhubungan dengan
produsen, maka kualitas berarti sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pelanggan.
Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksudkan adalah dalam konsep relatif,
terutama berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Pelanggan pendidikan ada dua aspek, yaitu
pelanggan internal dan eksternal (Kamisa, 1997, dalam Nurkholis)6. Pendidikan berkualitas apabila :
a) Pelanggan internal (kepala sekolah, guru dan karyawan sekolah) berkembang baik fisik maupun
psikis. Secara fisik antara lain mendapatkan imbalan finansial. Sedangkan secara psikis adalah
bila mereka diberi kesempatan untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan, bakat dan
kreatifitasnya.
b) Pelanggan Eksternal
Eksternal primer (para siswa): menjadi pembelajar sepanjang hayat, komunikator yang baik
dalam bahasa nasional maupun internasional, punya keterampilan teknologi untuk lapangan
kerja dan kehidupan sehari-hari, inregritas pribadi, pemecahan masalah dan penciptaan
pengetahuan, menjadi warga negara yang bertanggungjawab . Para siswa menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab akan hidupnya.
2. Eksternal sekunder (orang tua, para pemimpin pemerintahan dan perusahan); para lulusan
dapat memenuhi harapan orang tua, pemerintah dan pemimpin perusahan dalam hal
menjalankan tugas-tugas dan pekerjaan yang diberikan.
3. Eksternal tersier (pasar kerja dan masyarakat luas); para lulusan memiliki kompetensi dalam
dunia kerja dan dalam pengembangan masyarakat sehingga mempengaruhi pada
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.

Sosiologi Bahasa Sunda

SEJARAH DAN PENYEBARAN
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di daerah Tatar Sunda. Namun bahasa Sunda juga dipertuturkan di Jawa Tengah. Di Jawa Tengah bahasa Sunda terutama dituturkan di kabupaten Brebes dan Cilacap. Terutama banyak nama-nama tempat di Cilacap ini yang masih merupakan nama Sunda dan bukan nama Jawa seperti kecamatan Dayeuhluhur, Cimanggu dan sebagainya. Ironisnya nama Cilacap banyak yang menentang bahwa ini merupakan nama Sunda. Mereka berpendapat bahwa nama ini merupakan nama Jawa yang “disundakan”. Sebab pada abad ke-19, nama ini seringkali ditulis sebagai “Clacap”.
Selain itu menurut beberapa pakar, konon bahasa Sunda sampai sekitar abad ke-6 wilayah penuturannya sampai di sekitar dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah.
Selaim itu juga ditemukannya prasasti yang berbahasa sunda (kuno) yang diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397-1475). Salah satu teks itu berbunyi :
Nihan tapak walar nu siya mulia, tapak inya Prabu Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan Surawisesa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu maju sakala desa. Ayama nu pandeuri pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya dina buana.” (inilah peninggalan mulia, sungguhpeninggalan Prabu nRaja Wastu yang bertahta di kota Kawali, yang memperindah kraton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan sekeliling ibukota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang dating kemudian ,membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama Berjaya di dunia.).
Selain prasasti juga bahasa sunda banyak dijumpai dalam bentuk naskah, anatara lain :
Ø  Berbentuk prosa pada Kropak 630 berjudul Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1518) “jaga rang hees tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah urng kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu”. (hendaknya kita tidur sekedar menghilangkan kantuk, minum tuak sekedar penghilang haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah berlebih-lebihan, ingatlah pada suat saat kita tidak memiliki mapa-apa).
Ø  Berbentuk puisi pada Kropak 408 berjudul Sewaka Darmaini kawih panyaraman, pilawiheun ubar keueung, ngarana pangwereg darma, ngawangun rasa sorangan, awakaneun sang sisya, nu huning Sewaka Darma”. (inilah kidung nasihat, untuk di8kawihkan sebagai obat rasa takut, namanya penggerak darma, untuk membangun rasa pribadi, untuk diamalkan sang siswa, yang paham Sewaka Darma).

Tata Krama Basa Sunda

Menurut DK Ardiwinata (1916)
1.      Lemes pisan
2.      Lemes biasa
3.      Lemes keur sorangan
4.      Sedeng
5.      Songong
6.      Songong paranti nyarekan

Menurut Soeria Di Radja (1929)
1.      Lemes pisan (halus sekali)
2.      Lemes (halus)
3.      Sedeng (sedang)
4.      Kasar (kasar)
5.      Kasar pisan (kasar sekali)

Menurut RI Adiwijaya (1951)
1.      Luhur (halus sekali)
2.      Lemes (halus)
3.      Sedeng (sedang)
4.      Panengah (sedang)
5.      Kasar (kasar)
6.      Kasar pisan (kasar sekali)

Menurut I Buldan Djawawiguna (1978)
1.      Lemes (halus)
2.      Sedeng (sedang)
3.      Panengah (sedang)
4.      Wajar (loma)
5.      Cohag/kasar pisan (kasar sekali)

Menurut J. Kats dan M. Soeriadiradja (1927)
1.      Lemes pisan (halus sekali)
2.      Lemes (halus)
3.      Panengah (sedang)
4.      Sedeng (sedang)
5.      Kasar (kasar)
6.      Kasar pisan (kasar sekali)

Menurut R. Satjadibrata (1943;1956)
1.      Luhur (halus sekali)
2.      Lemes (halus)
3.      Panengah (sedang)
4.      Kasar (kasar)
5.      Kasar pisan (kasar sekali)

Menurut tisnawerdaja (1975)
     A.    Lemes (halus)
a)      Lemes pisan (halus sekali)
b)      Lemes biasa (halus biasa)
c)      Lemes sedeng (halus sedang)
d)     Lemes panengah (halus sedang)
       B.     Kasar (kasar)
a)      Kasar biasa (kasar biasa)
b)      Kasar pisan (kasar sekali)


Tapi dalam pergaulan biasa tidak mengacu ke sana, meskipun sebenarnya mengacu, dikatakan tidak mengacu, karena mereka tidak mempelajari teori ini, melainkan dengan kebiasaan mereka sehari dalam bergaul. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan tentang tatakrama basa sunda yang dihasilkan dari Konferensi Kebudayaan Sunda I di Bandung dan Kongres Basa Sunda VII di Garut mengusulkan supaya Tatakrama Basa Sunda (UUBS) cukup dua tahap, yaitu RAGAM HORMAT dan RAGAM LOMA.

I.                   RAGAM BASA HORMAT
Pada hakikatnya ragam basa hormat digunakan tidak lain untuk memperlihatkan rasa hormat dari orang yang bicara kepada orang yang diajak bicara dan kepada siapa itu dicerikannya. Ragam basa hormat ada enam jenis, yaitu :
1.      Ragam Basa Lemes Pisan/Luhur; digunakan pada orang yang lebih tua, kepada orang yang belum dikenal dan untuk menceritakan orang yang lebih tua atau yang dihormati.
Contoh :
ü  waktos Bapak kepala gebis, panangana misalah. (waktu Bapak Kepala jatuh, tangannya luka).
ü  Wartosna tuang rama bade angkat ka Mekah, bade sareng tuang ibu? (katanya Bapak mau berangkat ke Makkah, mau sama Ibu?).
Bahasa halus kepada yang lebih muda tidak pantas dipakai sama orang yang lebih tua.
2.      Ragam Basa Lemes keur Batur; digunakan kepada orang lain yang seusia dengan kita, tetapi tidak akrab.
Contoh :
ü  Bade kamana kang (mau kemana mas).
ü  Timana urang the nya (dari mana ya), kalimat Tanya.

3.      Ragam Lemes keur pribadi/sedeng; digunakan untuk diri sendiri dan kepada orang yang seusia dengan kita.
Contoh :
ü  Abdi dongkap teh teu ngabantun naon-naon, gaduh artos oge mung saongkoseun (saya datang tidak bawa apa-apa, punya uang juga Cuma cukup untuk ongkos saja).
ü  Pun adi udzur, teu daekeun neda-neda acan (adik saya sakit, makan saja sudah tidak mau).
4.      Ragam Basa Lemes Kagok/Panengah; digunakan pada orang yang lebih muda. Basa panengah ini tidak begitu banyak, dalam penggunaan, biasanya campuran basa lemes (halus) dan basa loma (wajar).
Contoh :
ü  Engke bae mulang teh mang, ngarah iuh (nanti saja pulangnya mang, supaya teduh).
ü  Pek geura dalahar kadinyah! (silahkan makan).
ü  Ari ieu cau kengeng lima ratus rupiah..? (pisang ini bisa lima rarus rupiah..?), biasanya ini digunakan di warung.
5.      Ragam Basa Lemes Kampung/Dusun; digunakan dikalangan rakyat (pileumburan).
Contoh :
ü  Manggih naon kang peuting kamari ti gunng teh? (dapat/ketemu apa kemarin malam dari gunung itu).
6.      Ragam Basa Lemes Budak;

II   RAGAM BASA LOMA (AKRAB, KASAR)
Basa Loma atau biasanya disebut Basa Kasar, sebenarnya bukan dalam arti tidak hormat kepada yang diajak bicara, melainkan karena digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang sudah akrab dengan kita. Ragam basa ini ada dua jenis, yaitu :
1.      Ragam Basa Loma/Akrab/wajar yang jaman dulu sering disebut dengan basa kasar. Basa ini digunakan kepada orang yang sudah akrab atau intim dengan kita.
Contoh :
Kumaha dulur maneh (silaing) teh geus cageur? (gimana saudara kamu itu sudah sembuh?).
2.      Ragam Basa Garihal/Cohag/songong/Kasar Pisan. Ragam basa ini biasanya digunakan untuk hewan atau oleh orang yang lagi marah.
Contoh :
ü  Cing singkirkeun cokor sia teh? (singkirkan kaki kamu).
ü  Pek lebok ku sia (makan sama kamu).
Tapi dalam keseharian yang sering digunakan oleh masyarakat bisa diklasifikasikan menjadi tiga golongan/ragam, yaitu :
A.    Ragam Basa Loma/Akrab/Kasar (A)
B.     Ragam Basa Lemes keur Pribadi (B)
C.     Ragam Basa Lemes keur Batur/Sedeng (C)

POLA-POLA DALAM PENGGUNAAN BASA SUNDA

POLA I : A≠B≠C
Pola ini adalah pola dalam menggunakan bahasa antara A, B dan C berbeda. Pola ini sangat sedikit sekali.
Contoh :
ü  Balik ≠ WANGSUL ≠ mulih (pulang)
ü  bawa ≠ BANTUN≠ candak (bawa)
ü  daha r≠ NEDA ≠ tuang (makan)
ü  pamajikan ≠ BOJO ≠ geureuha/garwa (istri), dan lain sebagainya.
Contoh dalam kalimat :
*      ari maneh BALIK ka lembur teh iraha? (kamu mau pulang ke kampong tuh kapan).
*      Dupi abdi WANGSUL ka buni teh bade enjing bae. (saya mau pulang ke kampong besok aja).
*      Dupi akang MULIH ka lembur teh bade iraha (anda mau pulang ke kampong kapan).
 
POLA II : A = B ≠ C
Pola yang digunakan dalam komunikasi antar A dan B sama, tetapi dengan C bebeda, biasanya berhubungan dengan anggota badan.
Contoh :
ü  Huntu = HUNTU ≠ waos (gigi)
ü  Biwir = BIWIR ≠ lambey (bibir)
ü  Baju = BAJU ≠ raksukan (baju)
ü  Nginum = NGINUM ≠ ngaleueut (minum)
ü  Irung = IRUNG ≠ irung (hidung)
Contoh dalam kalimat :
*      Cenah kamari maneh nyeri HUNTU, enggeus ka dokter acan (katanya kemarin kamu sakit gigi, sudah ke dokter belum).
*      Abdi kamari nyeri HUNTU, numawi teu tiasa donhkap ka kantor (saya kemarin sakit gigi, sehingga tidak bisa pergi ke kantor).
*      Saurna Bapak nyeri WAOS dinten kamari teh, kumaha ayeuna parantos damang (katanya Bapak kemarin sakit gigi, bagaimana sekarang sudah sembuh?).
*       
POLA III : A ≠ B = C
Dalam penggunaan pola ini, A tidak sama dengan B, tetapi B sama dengan C.
Contoh :
ü  Bungah ≠ BINGAH = bingah (gembira)
ü  Eleh ≠ KAWON = kawon (kalah)
ü  Kajeun ≠ sawios = sawios (biarin)
ü  Kungsi ≠ KANTOS = kantos (pernah)
ü  Tepung ≠ TEPANG = tepang (bertemu)
Contoh dala kalimat :
*      Jang Iwan kacida bungaheunana dumeh menang hadiah lebaran (Iwan sangat gembira sekali, karena dia dapat hadiah lebaran)
*      Abdi kacida bingahna wireh kenging hadiah lebaran (saya gembira sekali karena dapat hadiah lebaran).
*      Ibu Aminah kalintang bingaheunana wireh kenging hadiah lebaran (Ibu Aminah sangat gembira karena dapat hadiah lebran).
*       
POLA IV : A = B = C
Pola yang digunakan dalam komunikasi antara A, B dan C sama. Termasuk dalam pola ini bilangan, kalimat Tanya, kata penunjuk dan kata tingkatan.
Contoh :
ü  Hiji = HIJI = hiji (satu)
ü  Tilu = TILU = tilu (tiga)
ü  Sabaraha = SABARAHA = sabaraha (berapa)
ü  Kumaha = KUMAHA = kumaha (bagaimana)
ü  Itu = ITU = itu (itu)
ü  Ieu = IEU = ieu (ini)
ü  Kahiji = KAHIJI = kahiji (kesatu)
ü  Kasapuluh = KASAPULUH = kasapuluh (kesepuluh), dan lain sebagainya.
Contoh dalam kalimat :
*      Ari maneh juara kaSABARAHA? (kamu juara keberapa).
*      Dupi Bapak juara kaSABARAHA? (Bapak juara keberapa).
*      Abdi juara KAHIJI (saya juara kesatu).
*      Wan, bantal teh ngan aya HIJI (Wan, bantal tuh Cuma ada satu).
*      Bapak, bantal teh mung aya HIJI (Bapak bantal tuh Cuma ada satu).
*      Ari ITU naon jang? (itu apa).
*      Dupi ITU teh naon nya (itu apa ya).

PERSAMAAN dan PERBEDAAN KATA
Basa Sunda juga memiliki kata-kata yang sama dengan Bahasa lain.
Contoh :
§  Kata Kabeh sama dengan Bahasa Jawa yang artinya semua.
§  Kata isin sama dengan Bahasa Jawa yang artinya malu.
§  Kata dahar  sama dengan Bahasa Jawa yang artinya makan.
§  Kata odol sama dengan Bahasa Jawa yang artinya pasta gigi.
§  Kata nginum sama dengan Bahasa Madura yang artinya minum, dan lain-lain.
Ada juga kata yang sama penulisan dan pengucapan, akan tetapi artinya berbeda, di antaranya :
§  Kata urang, kalau dalam Bahasa Sunda artinya saya, kalau Bahasa Jawa artinya Udang.
§  Kata atos, kalau dalam Bahasa Sunda artinya sudah, kalau Bahasa Jawa artinya keras.
§  Kata gedang, kalau dalam Bahasa Sunda artinya papaya, kalau Bahasa Jawa artinya pisang.
§  Kata cokot, kalau dalam Bahasa Sunda artinya ambil, kalau Bahasa Jawa artinya digigit.


KATA PUJIAN dan EJEKAN
Contoh :
Amis budi yang artinya ramah.
Panjang lengen yang artinya suka mencuri.

FONOLOGI
Ada lima suara vokal murni (a, é, i, o, u). Fonem konsonannya di tulis dengan huruf p, b, t, d, k, g, c, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, r, dan y.
Konsonan lain yang aslinya muncul dari bahasa Indonesia diubah menjadi konsonan utama: f -> p, v -> p, sy -> s, sh -> s, z -> j, and kh -> h.
DIALEK
Dialek (basa wewengkon) bahasa sunda juga beragam, mulai dari dialek Sunda-Banten, hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur bahasa jawa. Dialek-dialek itu antara lain :
1)      Dialek Barat, dipertuturkan di daerah Banten Selatan.
2)      Dialek Utara, mencakup daerah Sunda Utara termasuk Bogor dan beberapa bagian Pantura.
3)      Dialek Selatan, adalah dialek priangan yang mencakup kota Bandung dan sekitarnya.
4)      Dialek Timur Laut, adalah dialek di sekitar Kuningan dan beberapa daerah di Brebes, Jawa Tengah.
5)      Dialek Tengah Timur, adalah dialek di sekitar Majalengka.
6)      Dialek Tenggara, adalah dialek sekitar Ciamis.

KIRATA
Dalam Basa Sunda cukup banyak kosa kata dari kata benda yang artinya bisa ditebak/dikira-kira yang dalam Basa Sunda disebut Kirata (dikira-kira tapi nyata).
Contoh :
v  Combro : Oncom dijero
v  Cilok : Aci dicolok
v  Colenak : dicocol enak
v  Cireng : Aci digoreng
v  Batagor : Baso Tahu Goreng
v  Dasi : dina dada ngarah aksi
v  Ojek : ongkos ngajegang
v  Angkot : angkutan kota
v  Guru : digugu dan ditiru
v  Korsi : cokor di sisi
v  Dosa : peledos teu karasa
v  Semah : ngahesekeun nu boga imah
v  Tamu : ditata dan dijamu